Minggu, 18 April 2010

Muhasabah

MUHASABAH

لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ
فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ(ال عمران:128)
Artinya: “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu apakah Allah menerima taubat mereka, ataukah mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zhalim”.(Ali Imran:128)

Setahun setelah terbunuhnya Abu Jahal di Perang Badar, Kaum Muslimin bertemu kembali dengan golongan kafir Quraisy di bukit Uhud. Untuk menghadapi musuh yang berjumlah 3000 orang itu, Ummat Islam menyiapkan 1000 orang pasukan. Di tengah perjalanan, Abdullah bin Ubay menyatakan “keluar” diikuti 300 orang lainnya. Alasannya, konon, karena ada usul yang tidak diterima. Kelompok ini dikenal dengan “Kelompok Munafik”. Dengan kekuatan 700 orang ternyata pasukan Islam berhasil memporak-porandakan Golongan Kafir Quraisy (GOLQUR), mereka selangkah lagi memperoleh kemenangan. Namun tiba-tiba pasukan pemanah berebut harta rampasan perang. Padahal sebelumnya Rasulullah SAW telah berpesan: “Kalah atau menang, kalian jangan meninggalkan barisan”. Yang jelas, perang belum selesai.

Melihat Ummat Islam berpecah belah memburu kepentingan masing masing, golongan Kafir di bawah komando Khalid bin Walid kembali bersatu dengan satu semboyan: “Siap mendukung dan memenangkan.....”. Akhir kisah sangat menyedihkan, pasukan Islam berantakan dan mengalami kekalahan. Tercatat tidak kurang 70 orang sahabat Nabi Syahid kala itu, termasuk “Tokoh Nasional” HAMZAH bin Abdul Mutthalib. Mengomentari peristiwa ini, Ibnul Qayyim Al Jauziyah berkata: “Tanpa sadar, pasukan Islam saling membunuh dengan sesamanya......”. (Lihat Zadul Ma’ad). Menghadapi peristiwa ini, sebulan lamanya Rasulullah SAW melakukan Qunut Nazilah, hingga Allah menurunkan ayat di atas. Persoalannya, siapakah yang dimaksud dengan Orang orang Zhalim itu ?. Pada umunnya para Ulama mengatakan bahwa “Orang orang Zhalim” pada ayat tersebut adalah golongan Kafir Quraisy. Namun bila melihat kalimat “...ataukah Allah mengampuni mereka”, bisa jadi ada orang orang yang mengaku Muslim masuk di dalamnya. Yang pasti, 300 orang pimpinan Abdullah bin Ubay telah menyebabkan lemahnya pertahanan pasukan Islam. Sedangkan mereka yang berebut harta rampasan perang sebelum peperangan itu sendiri usai, telah mengacaukan “Persatuan” dalam tubuh pasukan Islam, sekaligus menumbuhkan keberanian dan semangat mencapai kemenangan pada barisan musuh.

Tahun 1999, setahun setelah lengsernya kekuasaan Orde Baru, Ummat Islam akan bertemu kembali dengan Partai Sekuler pada Pemilihan Umum. Di tengah jalan, sejumlah ORMAS Islam keluar dari partai politik yang telah mereka buat bersama-sama, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Bahkan ketika ada peluang Reformasi Politik, sejumlah tokoh beramai ramai berebut kesempatan dengan membuat Partai Partai politik baru. Apakah kiranya yang akan terjadi dalam tubuh Ummat Islam pada tahun 1999 ?. Perpecahan yang akan berakhir dengan bentrokan fisik yang tentu menelan korban jiwa tak akan dapat dihindari, dan kelompok lain akan bangun keberaniannya melakukan perlawanan kepada Ummat Islam. Bila ini terjadi dan Ummat Islam mengalami kekalahan, siapakah yang bersalah ?. Tanyakan saja kepada para pendiri partai partai baru apa yang mendorong mereka berebut Harta Rampasan Reformasi sebelum proses perubahan itu selesai. (Jakarta, 20 Agustus l998).

Tulisan di atas telah aku sebarkan semenjak Agustus l998, ribuan lembar telah aku bagikan ke berbagai daerah dan lembaga bahkan Masjid Masjid. Namun sayang, para tokoh yang terhormat itu nampaknya tak lagi tertarik apalagi tersentuh dengan ayat ayat Allah. Kini, kekhawatiran itu telah terjadi, Partai partai Islam kalah suara, kesempatan emas pun hilang begitu saja. Sungguh para pemimpin Ummat kini tak ubahnya seperti anak-anak kecil yang memperrebutkan layang layang putus. Masing-masing menginginkan bahwa dirinya-lah yang mendapatkan layang layang itu, dan untuk tujuan itu masing masing membawa galah atau ranting pohon sepanjang mungkin. Anak anak itu berlari menuju arah dan keinginan yang sama tanpa memperdulikan tubuh siapa yang terinjak di sampingnya. Belakangan baru mereka sadar, layang-layang itu terkoyak dan tak akan dapat lagi diterbangkan, ia kini hanyalah seonggok sampah. Memang ada di antara anak-anak itu yang berhati busuk, yang berprinsip lebih baik layang layang itu rusak daripada diraih salah seorang kawannya.

Wahai hamba-hamba Allah yang telah diberi kemuliaan dengan banyaknya pengikut dan simpatisan, semoga Allah memberimu ganjaran atas Ijtihad Ijtihad Politikmu jika benar engkau berijtihad, dan mengampuni ambisi ambisimu bila engkau melakukannya. Namun kuingatkan engkau akan sabda Nabi Muhammad SAW:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا إِلَّا كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الْأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا لِأَنَّهُ كَانَ أَوَّلَ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ

Artinya: “Tidaklah satu jiwa terbunuh secara aniaya melainkan anak Adam yang pertama akan memperoleh dosa tetesan darahnya karena dialah orang pertama yang mengadakan pembunuhan”. (HR Al Bukhari dan Muslim).

Bagaimanakah sekiranya nanti antar kelompok Islam saling bermusuhan dengan sesamanya – lantaran perbedaan wadah politik – adakah engkau tak khawatir dengan murka Allah sedangkan engkau yang merintis berdirinya Partai partai baru itu ?.

Karena dukungan dan Profokasi Syetan, Adam dan Hawwa terjatuh dalam salah lagkah, kesengsaraan yang mereka terima. Namun keduanya menyesal, lalu bertaubat (QS Al A’raf:23). Karena mengikuti perasaannya, Nuh AS terjerumus ke dalam salah ucap, teguran dan peringatan yang ia terima. Namun ia sadar lalu bertaubat (QS Hud:45-47). Karena marah dengan realitas yang terjadi di tengah kaumnya, Yunus AS salah keputusan, kegelapan sebagai imbalannya. Namun ia sadar, lalu bertaubat (QS Al Anbiya:87). Lain halnya dengan Iblis, ia melanggar Syari’at karena iri dengki dan ambisi pribadi. Ketika mendapat teguran, ia malah mengajak berdebat. Kutukan Allah diterimanya dan Neraka Jahannam tengah menantinya QS Al A’raf:11-18, Al Hijr:28-45, Al Isra:61-63). Aku hendak bertanya kepadamu – wahai para pendiri Partai Partai baru – kepada siapakah engkau hendak mengambil cara?.

“Kelak kamu akan teringat kepada apa yg kukatakan kepada kamu. Dan aku serahkan urusanku kepada Allah.SesungguhnyaAllah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya". (Al Mu’min:44). Aku tak bermaksud kecuali melakukan perbaikan selama aku masih mampu melakukannya. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali”. (Hud:88)