Sabtu, 08 Mei 2010

DUNGU

DUNGU

وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلًا بَيْنَكُمْ أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Artinya: “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu” . (An Nahl:92)

Adalah seorang wanita tua bernama Sa’idah Al Asadiyah. Sebagaimana layaknya orang-orang tua lainnya, Sa’idah ketika itu tak lepas dari kondisi yang melingkupi dirinya, yaitu: lemah badannya, kabur pandangannya dan bergetar kedua tangannya. Dalam keadaan seperti ini biasanya seseorang tak mampu melakukan pekerjaan berat apalagi menghasilkan suatu karya. Tetapi tidak demikian dengan nenek yang satu ini. Ia justru melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan orang orang muda, yakni memintal benang. Bagaimana mungkin matanya yang mulai kabur, ditambah tangannya yang bergetar dapat memasukkan benang kecil ke dalam lubang jarum yang kecil pula. Dan kalaupun ini dapat dilakukan—tentu dengan susah payah—bagaimana pula ia dapat menyusunnya menjadi selembar kain, karena waktu yang dibutuhkan tidaklah sedikit, sementara tenaga yang tersedia amatlah terbatas dan stamina yang dimiliki tidak lagi prima.

Semua pertimbangan rasional itu tidaklah begitu penting bagi si nenek, karena nyatanya ia dapat merampungkan karyanya, mengubah benang benang kecil menjadi selembar kain. Hanya sangat disayangkan, setelah itu ia mencerai-beraikan kembali hasil kerja kerasnya itu dan tak lama kemudian sang nenek memulai kembali menyusun benang benang baru untuk kemudian dirusakkannya kembali manakala sudah selesai. Tak ada sebutan bagi sang nenek kala itu selain “Si dungu”.

Allah menjadikan peristiwa ini sebagai pelajaran bagi orang orang yang merusak “Komitmen” atau melanggar kesepakatan. Dan kini lihatlah kepada dirimu wahai Ummat Islam Indonesia, berapa kali kalian melanggar kesepakatan. Ketika tahun l955 kalian telah bersepakat menjadikan MASYUMI sebagai wadah berpolitikmu. Tetapi mengapa setelah itu kalian saling bermusuhan dengan membuat Partai Partai baru yang lebih bersifat kelompok dan ke-ORMAS-an ?. Sekali kali aku tak hendak menyimpulkan apalagi menuding siapa diantara kita yang bersalah kala itu, sebab hal itu hanya akan menambah panjangnya pembicaraan. Lalu, sekarang, lihatlah pula dirimu. Ketika tahun l973 kalian bersepakat menjadikan PPP sebagai wadah aspirasi bagi Politikmu, mengapa tahun l999 kalian bercerai berai dengan mendirikan Partai partai baru yang bermuara pada kepentingan ORMAS-ORMAS kalian masing masing ?. Aku tak perlu mengatakan Partai apa Partaimu, toh siapa pun tahu Matahari adalah lambang Muhammadiyah, toh semua orang kenal bola dunia dengan bintang sembilan adalah lambang Nahdhatul Ulama. Aku pun tak perlu berdebat tentang apa di balik partaimu, karena setiap Muslim yang dewasa tahu siapa kamu. Tinggal kini tanyakan kepada dirimu, sebutan apakah yang layak dinisbatkan kepada manusia manusia seperti mu ?.

FANATIK GOLONGAN

FANATIK GOLONGAN

وَقَالَتِ الْيَهُودُ لَيْسَتِ النَّصَارَى عَلَى شَيْءٍ وَقَالَتِ النَّصَارَى لَيْسَتِ الْيَهُودُ عَلَى شَيْءٍ وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ مِثْلَ قَوْلِهِمْ فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ(البقرة:113)

Artinya: ”Orang orang Yahudi berkata, ”Orang orang Nasrani itu tidak punya pegangan”. Dan orang orang Nasrani berkata,”Orang orang Yahudi itu tidak punya pegangan”, padahal mereka membaca Kitab (yang sama). Begitulah, orang orang yang tidak mengetahui akan berkata seperti yang mereka ucapkan. Allah akan mengadili mereka pada hari kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan”. (Al Baqarah:113).

Yahudi bukanlah nama sebuah Agama, melainkan nama bagi sebuah Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) Islam yang didirikan para pengikut Nabi Musa setelah ia meninggal dunia. Sebutan Yahudi disandarkan kepada nama seorang tokoh keturunan Nabi Ya’qub, yaitu Yahuda. Namun fanatisme dan kecintaan Bani Israel terhadap ORMAS ini telah menggeser Islam dari hati mereka, sehingga lambat laun kata Yahudi masyhur dikenal sebagai nama sebuah Agama yang dibawa oleh Nabi Musa AS, padahal selama hidupnya, sekali saja, sang Nabi itu tak pernah mengatakan kata tersebut untuk sebuah Agama. Demikian pula Nasrani, pada mulanya ia bukanlah nama sebuah Agama. Nasrani adalah nama sebuah ORMAS Islam pengikut Nabi Isa AS yang pemberian namanya diambil dari nama sebuah kota yang merupakan daerah asal Nabi ISA AS, yaitu Nashirah atau Nazaret. Bahwa pada hari ini Nasrani dipahami sebagai nama sebuah Agama yang dibawa Nabi Isa AS, itu tak lain karena sikap fanatik para penganutnya terhadap ORMAS tersebut. Bahkan kata Islam yang diperkenalkan, diajarkan dan diperjuangkan Nabi mereka, tak lagi dikenal dalam kehidupan mereka.

Penamaan ORMAS ORMAS seperti ini bukanlah perkara yang terlarang. Oleh karena itu dalam sejumlah ayatnya, Al Qur’an masih menyampaikan sanjungan kepada para “anggota”-nya. Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوْا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ(البقرة:62)

Artinya:”Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang orang Nasrani dan Shabi’in yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta mengerjakan amal saleh, mereka akan mendapatkan pahala mereka di sisi Tuhan mereka, dan mereka tiada merasa takut atupun bersedih hati”.(Al Baqarah:62).

إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَى مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ(المائدة:69)
Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shabi’un dan orang-orang Nasrani yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta mengerjakan amal saleh, maka mereka tidak akan diliputi rasa takut dan tidak pula bersedih hati”.(Al Ma’idah:69).

Yahudi dan Nasrani membaca Kitab yang sama, Taurat. Bahkan keduanya mengklaim dirinya sebagai ORMAS ORMAS yang mengamalkannya secara “Kaaffah”. Tetapi anehnya kedua ORMAS itu tidak pernah rukun, masing-masing golongan merasa diri paling benar, bahkan satu dengan yang lain saling mengkafirkan. Ironisnya, sekali lagi, kedua ORMAS itu membaca kitab yang sama. Kalau begitu, di mana sesungguhnya pangkal persoalannya ?. Al Qur’an secara jelas menyatakan: ”Begitulah orang-orang yang tidak mengetahui akan mengatakan seperti ucapan mereka”. Jadi, keributan yang terjadi di tengah mereka adalah karena adanya orang-orang yang tak cukup pengetahuan tentang kitab suci ikut campur berbicara masalah Agama. Hal ini diperparah lagi oleh fanatisme kelompok, yang menyebabkan tertutupnya pintu hati mereka menerima kebenaran dari selain “Madzhab” yang dianutnya. Dengan bahasa lain, mereka telah mengganti kitab suci dengan kitab Madzhabnya dan menukar sabda Nabi dengan ucapan Ulama dari kelompoknya. Dari sinilah kemudian Allah mencela mereka dan menisbatkan mereka ke dalam kekufuran, meski mereka sendiri tak menyadari.

Apa yang terjadi di tengah kaum terdahulu sangatlah mungkin terjadi di tengah Ummat Muhammad SAW ini. Ditampilkannya kisah mereka sesungguhnya merupakan sinyal bagi kaum Muslimin agar waspada dan jangan salah bersikap, atau supaya mereka tidak mendapatkan cela di hadapan Allah sebagaimana yang terjadi pada pendahulunya.

Wahhabi atau Muhammadiyah adalah nama sebuah ORMAS yang penamaannya terambil dari kata Muhammad bin Abdul Wahhab, tokoh pembaharu dari Najd, walaupun belakangan para anggotanya mengklaim bahwa kata Muhammad di sini dinisbatkan kepada Muhammad Rasulullah SAW. Nahdhatul Ulama, adalah sebuah ORMAS Islam yang penamaannya diambil dari nama tokoh yaitu Ulama, yang merupakan para pendirinya sekaligus anutannya dalam beragama. Kedua ORMAS di atas menyandarkan namanya kepada tokoh-tokoh sebagaimana yang dilakukan Yahudi. Adapun ORMAS yang menyandarkan namanya kepada suatu daerah atau kawasan — seperti Nasrani —dapat diberikan contohnya Nahdhatul Wathan yang berarti tanah Air. Seperti penulis kemukakan di atas, memberikan nama seperti ini tidaklah ada larangan, selama tetap berada pada komitmen keislaman dan menempat kan ORMAS pada posisinya. Namun, adakah fanatisme ORMAS Islam di kalangan Ummat Muhammad ini menyerupai Yahudi dan Nasrani ? Penerbit dan Toko Toko Buku cukup menjadi jawabannya, lihatlah ungkapan kata “Bid’ah”, “Musyrik” dan “Sesat” mereka alamatkan kepada saudaranya. Bila anda bertanya mengapa kaum Muslimin berseteru dengan sesamanya padahal mereka membaca kitab yang sama, bacalah kembali firman di atas: ”Begitulah orang-orang yang tak mengetahui akan mengatakan seperti ucapan mereka”. Dan apakah kecintaan kaum Muslimin kepada ORMAS kelompoknya melebihi cintanya kepada Agamanya ?. Selenggarakan saja sebuah kegiatan dengan label Islam, niscaya sebuah Masjid pun tak akan penuh terisi seluruh ruangannya. Setelah itu gelarlah sebuah acara dengan lebel ORMAS tertentu, niscaya Stadion Utama Senayan tak akan mampu menampung pengunjungnya. Bila hal ini telah berlaku, maka sesungguhnya berlakulah larangan Allah terhadap mereka sebagaimana telah diberlakukan kepada pendahulu mereka, Yahudi dan Nasrani. La haula Wala Quwwata Illa Billah !!!.